TEORI BELAJAR DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
A. PENGERTIAN BELAJAR
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan.Sebagian orang
beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta
yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran.Belajar selalu didefinisikan sebagai suatu perubahan pada diri individu
yang disebabkan oleh pengalaman.Manusia telah belajar begitu banyak sejak mereka lahir, bahwa belajar dan perkembangan adalah hubungan yang tidak dipisahkan.
Ada
definisi dar ibeberapa para ahli dalam pengertian belajar ini. Skinner berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkahlaku yang berlangsung secara progressif. Chaplin membatasi belajar dengan 2 macam rumusan yaitu pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Kedua, belajar adalah proses memperoleh respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Hintzman berpendapat belajar adalah suatu perubahan
yang terjadi dalam diriorganisme disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme . Wittig berpendapat belajar ialah perubahan yang relative menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku sutau organism sebagai hasil pengalaman. Reber ,membatasi belajar dengan 2 macam definisi : pertama, belajar adalah proses memperoleh pengetahuan, kedua, belajar adalah sutuperubahan kemampuan bereaksi
relative langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Secara kuantitatif belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya.Jadi,
belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa
B. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Agar aktivitas yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran terarah pada upaya peningkatan potensi siswa secara komprehensip,
maka pembelajaran harus dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang benar,
yang bertolak dari kebutuhan internal siswa untuk belajar. Davies (1991:32),
mengingatkanbeberapahal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapanp rinsip-prinsip belajar belajar dalam proses
pembelajaran, yaitu :
1. Hal apapun yang
dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
2. Setiap murid belajar menurut tempo
(kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapatvariasi dalam kecepatan belajar.
3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan(reinforcement).
4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran,
memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
5. Apabila murid diberikan tanggungjawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dania akan belajar dan mengingat lebih baik.
Prinsip belajar menunjuk kepada hal-ha lpenting yang harus dilakukan guru agar
terjadi proses belajar siswa sehingga proses
pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai hasil yang harapkan.
Prinsip-prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang pembelajaran.
Teori Belajar
Secara pragmatis teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau
kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah
fakta dan penemuan yang terkait dengan peristiwa belajar.
1. Koneksionisme
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L
Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen
Thorndike menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena
belajar. Dari belajar dengan binatang, thorndike melihat bahwa ada unsur
persamaan antara manusia dan binatang, hanya pada manusia kemampuannya lebih tinggi.
Thorndike mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan atau
koneksi antara stimulus dan respons dan penyelesaian masalah yang dapat
dilakukan dengan cara trial dan error. Faktor penting yang mempengaruhi semua
belajar adalah reward.
Menurut Thorndike, belajar akan berlangsung pada diri siswa jika siswa berada
dalam tiga macam hukum belajar, yaitu : 1) The Law of Readiness (hukum
kesiapan belajar), 2) The Law of Exercise (hukum latihan), dan 3) The
Law of Effect (hukum pengaruh). Hukum kesiapan belajar ini merupakan
prinsip yang menggambarkan suatu keadaan si pembelajar (siswa) cenderung akan
mendapatkan kepuasan atau dapat juga ketidakpuasan.
2. Pembiasaan
klasik
Konsep teori yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch Pavlov ini secara garis
besar tidak jauh berbeda dengan pendapat Thorndike. Jika Throndike ini
menekankan tentang hubungan stimulus dan respons, dan di sini guru sebaiknya
tahu tentang apa yang akan diajarkan, respons apa yang sini guru sebaiknya tahu
tentang apa yang akan diajarkan, respons apa yang diharapkan muncul pada diri
siswa, serta tahu kapan sebaiknya hadiah sebagai reinforcement itu
diberikan; maka Pavlov lebih mencermati arti pentingnya penciptaan kondisi atau
lingkungan yang diperkirakan dapat menimbulkan respons pada diri siswa. Dari eksperimen
Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dpat diketahui bahwa daging yang
menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus
yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar
sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan
stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya.
3. Pembiasaan
perilaku respons
Teori pembiasaaan perilaku respons ini merupakan teori belajar yang berusia
paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi belajar
masa kini. Penciptanya bernama B.F Skinner.
Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama
terhadap lingkungan yang dekat. Respons pada operant conditioning terjadi tanpa
didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati, Skinner
menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan
(reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan
stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi
penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif. Penguatan positif sebagai
stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan
penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang.
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan,
dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan,
mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk
penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan
tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening
berkerut, muka kecewa dll).
Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk pada
dua hukum operant yang berbeda yakni : law of operant conditioning dan law of
operant extinction. Menurut law of operant conditioning, jika timbulnya tingkah
laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku
tersebut akan meningkat. Dan sebaliknya menurut law of operant extinction, jika
timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning
itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka tingkah laku trsebut akan
menurun atau bahkan musnah.
4. Teori J. B.
Watson
John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat.
Karyanya yang paling dikenal adalah “Psychology as the Behaviourist view
it” (1913). Menurut Watson dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi
ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang
hanya diteliti melalui metode introspeksi. Watson juga berpendapat bahwa
psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam.
Oleh karena itu, psikologi harus dibatasi dengan ketat pada
penyelidikan-penyelidikan tentang tingkahlaku yang nyata saja. Meskipun banyak
kritik terhadap pendapat Watson, namun harus diakui bahwa peran Watson tetap
dianggap penting, karena melalui dia berkembang metode-metode obyektif dalam
psikologi.
Peran Watson dalam bidang pendidikan juga cukup penting. Ia menekankan
pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkahlaku. Ia percaya bahwa dengan
memberikan kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, maka akan dapat
membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu. Ia bahkan memberikan
ucapan yang sangat ekstrim untuk mendukung pendapatnya tersebut, dengan
mengatakan: “Berikan kepada saya sepuluh orang anak, maka saya akan jadikan ke
sepuluh anak itu sesuai dengan kehendak saya”.
Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang
manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar
akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian
manusia.Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia.
Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun
irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat
berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati
dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan
langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan
oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus
dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R singkatan dari Respons.
Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme
memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli
di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh
lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus
dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu.
Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang
diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat
tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag
maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering
diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit
maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan,
lebih manjur, misalnya : Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan
S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons,
dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu
keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya.
Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk
membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara
meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap
orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah
tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya.
Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar
diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari
dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan
gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya
yang ketat.
5. Teori Robert Gagne
Gagne adalahseorangpsikologpendidikanberkebangsaanamerika
yang terkenaldenganpenemuannyaberupa condition of learning.Gagne pelopor
dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU
Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya
untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media.
Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut
sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal
pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan
paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam
hierarki keterampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan
dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana
dilanjutnkanpada yanglebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR, asosiasi
verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih
tinggi(belajar aturan danpemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar
tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
6. Teori Gestalt
Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912
dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880 – 1943) yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatannya ia menyesalkan
penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar
dengan pengertian bukan hafalan akademis. Sumbangannya ini diikuti tokoh-tokoh
lainnya, seperti Wolfgang Kohler (1887 – 1959) yang meneliti tentang “insight”
pada simpanse yaitu mengenai mentalitas simpanse (ape) di pulau Canary. Kurt
Koffka (1886 – 1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum
pengamatan, dan Kurt Lewin (1892 – 1947) yang mengembangkan suatu teori belajar
(cognitif field) dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi
sosial. Penelitian – penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang
menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam
pengalaman.
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight”
yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau
bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Guru
memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung
persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar
bagian, memperoleh insight agar ia dapat memahamii keseluruhan situasi atau
bahan ajaran tersebut. “insight” itu sering dihubungkan dengan pernyataan
spontan seperti “aha” atau “oh, see now”. Menurut teori Gestalt ini pengamatan
manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena
itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada
bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi
arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga.
Hukum pengamatan menurut teori Gestalt meliputi :
a. Hukum
Keterdekatan, artinya yang terdekat merupakan Gestalt.
b. Hukum
Ketertutupan, artinya yang tertutup merupakan Gestalt.
c. Hukum Kesamaan,
artinya yang sama merupakan Gestalt.
Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang
lebih berarti teratur, seimbang, simetri, dan harmonis. Untuk menemukan
Pragnanz diperlukan adanya pemahaman atau insight, menurut Ernest hilgard ada
enam ciri dari belajar pemahamn ini yaitu :
a. Pemahaman
dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
b. Pemahaman
dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan.
c. Pemahaman
tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi
apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala aspek yang
perlu dapat diamati.
d. Pemahaman
didahului oleh usaha coba-coba, sebab insight bukanlah hal yang dapat jatuh
dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang harus dicari.
e. Belajar dengan
pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan
insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia
dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.
f. Suatu pemahaman
dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain.
7. Teori Belajar
Albert Bandura
Teori Belajar Sosial (Social Learning) oleh Bandura menekankan bahwa kondisi
lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri
seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku
individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang
ditampilkan oleh individu – individu lain yang menjadi model.
Bandura menyatakan bahwa orang belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterima. Kita bisa meniru
beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat
yang ditimbulkannya atas model tersebut.
Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" atau
pembelajaran melalui pengamatan. Selama jalannya Observational Learning,
seseorang mencoba melakukan tingkah laku yang dilihatnya dan reinforcement/
punishment berfungsi sebagai sumber informasi bagi seseorang mengenai tingkah
laku mereka.
Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang
melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau
pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang
dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam
teori belajar sosial adalah modeling (peniruan).
8. Teori belajar
Kognitif
Sama halnya dengan behviorisme, teori kognitif juga merupakan bidang kajian
psikologi yang banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena belajar manusia.
Dalam beberapa literatur, psikologi kognitif dipandang sebagai sebuah sintesis
antara psikologi behaviorisme dan psikologi Gestalt.
Meskipun dipandang sebagai sebuah teori sintesis, namun dalam perkembangan
selanjutnya, teori belajar kognitif mampu menunjukkan substansi kajian yang
sama sekali berbeda dari behaviorisme. Bahkan dalam derajat tertentu, justru
teori belajar kognitif dipandang sebagai anti tesis terhadap teori belajar
behaviorisme yang terlalu mekanistik sehingga tidak dapat dipakai sebagai teori
yang representatif dalam menjelaskan fenomena belajar manusia.
Teori belajar kognitif merupakan salah satu teori yang muncul sebagai reaksi
terhadap kelemahan mendasar dalam teori behaviorisme yang lebih mementingkan
perubahan perilaku yang tampak. Bagi para penganut teori kognitif, belajar
bukan hanya sekadar inteaksi antara stimulus dan respons melainkan melibatkan
juga aspek psikologis lain (mental, emosi, persepsi) yang menyebabkan orang
memberikan respons terhadap sebuah stimulus belajar.
Dalam perspektif ini, stimulus bukanlah variabel tunggal yang menyebabkan
terjadinya respons melaikan terdapat variabel moderator tertentu yang turut
mempengaruhi kemunculan suatu respons. Variabel moderator inilah yang disebut
sebagai faktor intenal seperti emosi, mental, persepsi, motivasi dan
sebagainya. Pada awalnya, para penganut teori kognitif membangun agumentasinya
bahwa antara stimulus dan respons terdapat dimensi psikologis yang menyebabkan
terjadinya perubahan mental dan akibat dari perbuhan inilah menyebabkan orang
merespons suatu stimulus yang diberikan. Mengacu pada kerangka berpikir
tersebut para penganjur teori kognitif berpendapat bahwa belajar merupakan
proses pembentukan dan perubahan persepsi akibat interaksi yang sustainable
antara individu dengan lingkungan.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BELAJAR
Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas
dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor
tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas
hasil belajar.
1. Faktor Internal
Factor internal
adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor
fisiologis dan factor psikologis.
a. Faktor
Fisiologis
Factor-faktor
fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar
seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau
sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu
keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha
untuk menjaga kesehatan jasmani.
Kedua, keadaan
fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca
indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk bagi
segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia
dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam
aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun
siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun
secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi
persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic,
mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
b. Faktor
Psikologis
Factor –faktor
psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses
belajar. Beberapa factor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar
adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.
2. Faktor
Eksternal
a. Lingkungan
Sosial
· Lingkungan
social sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya
dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku
yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat
menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
· Lingkungan
social massyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan
anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak
siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
· Lingkungan
social keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar
siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
b. Lingkungan non
Sosial
· Lingkungan
alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar
yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang
sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang
dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan
alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
· Factor
instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas
belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus dan lain
sebagainya.
· Factor materi
pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya disesuaikan dengan
usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan
dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus
menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan konsdisi siswa.