“Pemprosesan Informasi Dalam Belajar”
Teori belajar pemrosesan informasi/sibernetik merupakan teori belajar yang
relatif baru dibandingkan teori-teori belajar lainnya. Menurut teori
sibernetik, "belajar" adalah pemrosesan informasi.
Teori ini lebih mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang
dipelajari. Bagaimana proses belajar berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem
informasi dari pesan tersebut. Oleh sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa
tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal untuk segala situasi. Sebab
cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Asumsi teori belajar sibernetik (Lusiana, 1992):
- Antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan informasi di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
- Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk atau pun isinya.
- Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas terbatas.
Komponen pemrosesan informasi dipilah berdasarkan perbedaan
fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya. Komponen tersebut
adalah:
1. Sensory Receptor (SR)
Sensory
Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu
sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
2. Working Memory (WM)
Working
Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh
individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya
mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat
disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi
dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas
disamping melakukan pengulangan.
3. Long Term Memory
(LTM)
Long
Term Memory (LTM) diasumsikan:
a)
berisi semua pengetahuan yan telah dimiliki individu,
b)
mempunyai kapasitas tidak terbatas,
c)
sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau
hilang.
Adapun implikasi teori pemrosesan informasi terhadap
kegiatan pembelajaran adlah sebagai berikut:
1. Model
pemrosesan informasi dari belajar dan ingatan memiliki signifikasi yang besar
bagi perencanaan dan desain pembelajaran dalam proses pendidikan. Belajar
dimulai dengan pemasukan stimulasi dari reseptor dan diakhiri dengan umpan
balik yang mengikuti performance pembelajar.
2. Secara
keseluruhan stimulasi yang diberikan kepada pembelajar selama pembelajaran
berfungsi mensupport yang terjadi pada pembelajaran.
1.Konsep Sensasi,Atensi,Persepsi,dan Memori
A.Konsep
Sensasi
Sensasi merupakan tahap pertama stimulus mengenai indera.
Sensasi merupakan pengalaman elementer yang tidak memerlukan penguraian verbal.
Sensasi adalah proses manusia dalam dalam menerima informasi sensoris [energi
fisik dari lingkungan] melalui penginderaan dan menerjemahkan informasi
tersebut menjadi sinyal-sinyal “neural” yang bermakna. Fungsi alat indera dalam
menerima informasi sangat penting, melalui alat indera, manusia dapat memahami
kualitas fisik lingkungannya, memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk
berinteraksi dengan dunianya. Ketajaman sensasi dipengaruhi oleh faktor
personal, perbedaan sensasi dapat disebabkan perbedaan pengalaman atau
lingkungan budaya disamping kapasitas alat indera yang berbeda.
B.Konsep Perhatian (Attention)
Perhatian
adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol
dalam kesdaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen). Faktor
eksternal yang mempengaruhi perhatian dimana hal ini ditentukan oleh
faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang disebut
sebagai determinan perharian yang bersifat eksternal atau penarik
perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti :
- Gerakan (Movement) secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
- Intensitas Stimuli (Stimulus Intensity), kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain
- Kebaruan (Novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda, akan menarik perhatian.
- Perulangan (Repeatation), hal-hal yang disajikan berkali-kali bila deisertai sedikit variasi akan menarik perhatian.
C.Konsep Persepsi
Sensasi
adalah bagian dari persepsi. Persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi &
menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli). Menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi,
persepsi tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori ( Desiderato,
1976).
Contoh
: Anda melihat kawan anda melihat etalase di toko. Anda menyergapnya dari
belakang, “udah lupa sama aku ya..”, orang tersebut memablik dan anda terkejut
ternyata ia bukan kawan anda tetapi orang yang tidak anda kenal.
D.Konsep Memori
Dalam
komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalm memperngaruhi
persepsi maupun berpikir. Memori adalah system yang sangat berstruktur yang
menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan
pengetahuannya untuk membimbing perilakunya ( Schlessinger dan Groves, 1976).
Setiap stimuli menenai indera kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara
sadar atau tidak sadar.
Memori melewati tiga proses :
Memori melewati tiga proses :
a. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan
sirkit syaraf internal.
b. Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada
beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana, penyimpanan bisa aktif atau pasif.
Secara aktif bila kita menambahkan informasi tambahan, kita mengisi informasi
yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah desas-desus menyebar
lebih banyak dari volume asal). Secara pasif terjadi tanpa penambahan.
c. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi adalah
menggunakan informasi yang disimpan.
2.Faktor yang mempengaruhi pemprosesan informasi dalam
belajar yaitu:
1.
Faktor internal (psikologis dan fisiologis) dan eksternal
Factor
internal adalah factor-faktor yang berasal
dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu.
Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan factor psikologiss.
1. Factor fisiologis
Factor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi
dua macam.
Pertama, keadaan
tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas
belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh
positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang
lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh
karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu
ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani
antara lain adalah :
a. menjaga pola makan yang
sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk kedalam tubuh, karena
kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu , dan
mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,
b. rajin berolah raga agar
tubuh selalu bugar dan sehat;
c. istirahat yang cukup dan
sehat.
Kedua, keadaan
fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi
fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca
indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk bagi
segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia
dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam
aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun
siswwa perlu menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun
secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi
persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic,
mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
2. Factor psikologis
Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis
yang utama memngaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat,
sikap dan bakat.
– kecerdasan
/intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan
psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya
berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya.
Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang
penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ
pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting
dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa.
Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu
tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.
Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang
tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai
kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu
dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami
tingakat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya
adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah
direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut ((Fudyartanto 2002).
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat kecerdasan (IQ)
|
Klasifikasi
|
140 – 169
|
Amat superior
|
120 – 139
|
Superior
|
110 – 119
|
Rata-rata tinggi
|
90 – 109
|
Rata-rata
|
80 – 89
|
Rata-rata rendah
|
70 – 79
|
Batas lemah mental
|
20 — 69
|
Lemah mental
|
Dari table tersebut, dapat diketahui
ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:
A. Kelompok kecerdasan amat
superior (very superior) merentang antara IQ 140—IQ 169;
B. Kelompok kecerdasan superior
merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
C. Kelompok rata-rata tinggi (high
average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
D. Kelompok rata-rata (average)
merentang antara IQ 90—IQ 109;
E. Kelompok rata-rata rendah (low
average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
F. Kelompok batas lemah mental
(borderline defective) berada pada IQ 70—IQ 79;
G. Kelompok kecerdasan lemah mental
(mentally defective) berada pada IQ 20—IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan
tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan
individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru atau pihak-pihak yang
berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga
dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi
tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk
memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan
peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan
diberikan kepada siswa.
-Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor
yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong
siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan
motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap
intensitas dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu
motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua
factor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk
melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak
perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas
kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses
belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi
intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari
luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk
dalam motivasi intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:
a. Dorongan ingin tahu dan
ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif dan
kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
c. Adanaya keinginan untuk
mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan
orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebaginya.
d. Adanya kebutuhan untuk
menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri
individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti
pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya.
Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat
belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat
Secara sederhana,minaat (interest)
nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar
terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang
popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor
internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan
kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya,
minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh
terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau
pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi
pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar
tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat
materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari
bentuk buku materi, desai pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa
yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif,
psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang
menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam
hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh
siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu
dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal
yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons
dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya,
baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).
Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru,
pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap
yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional
dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas,seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi
siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik,
sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang
diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkansiswa bahwa bidang
studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain yang
memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude)
didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003). Berkaitan dengan
belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki
seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang
menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang.
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka
bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan
berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai
bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar
individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan
latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah
menyerap informasi yang berhungan dengan bakat yang dimilkinya. Misalnya, siswa
yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang
lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar juga dipengaruhi oleh
potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru
perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta
didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa
anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
b. Factor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau
factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses
belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktaor-faktor
eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan,
yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan social
a. Lingkungan social sekolah, seperti guru,
administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang
siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa
untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi
teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk
belajar.
b. Lingkungan social masyarakat. Kondisi lingkungan
masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan
siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi
aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman
belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum
dimilkinya.
c. Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat
memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua,
demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga,
orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan
aktivitas belajar dengan baik.
2) Lingkungan non social.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial
adalah;
a. Lingkungan alamiah, seperti
kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak
terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk
dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam
tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b. Factor instrumental,yaitu
perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan
lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c. Factor materi pelajaran
(yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan
kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi
yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan
konsdisi siswa.
2.
Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal
3.
Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung
4.
Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informsi yang telah disimpan
dalam ingatan
5.
Kemampuan otak tiap individu tidak sama.
3.Pemanfaatan pemprosesan informasi dalam belajar
yaitu :
Membantu terjadinya proses
pembelajaran sehungga individu mampu beradaptasi pada lingkungan yang selalu
berubah.
Menjadikan strategi pembelajaran
dengan menggunakan cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
Kapasilitas belajar dapat disajikan
secara lengkap.
Prinsip perbedaan individual
terlayani.
4.Lupa dalam Belajar
A.Proses
Terjadinya Kelupaan dalam Belajar
Lupa adalah masalah
yang sangat lumrah kita alami. Mungkin hal ini sudah menjadi konsekuensi logis
dari kemampuan kita sebagai manusia yang memiliki daya ingatan. Hal ini juga
yang menunjukkan bahwa setiap orang memiliki daya ingat yang berbeda-beda.
Seringkali memang, lupa kita rasakan menjadi sesuatu yang sangat menyebalkan,
saat di mana kita sedang membutuhkan informasi penting sementara ingatan gagal
memunculkanya kembali. Bahkan pada orang-orang tertentu lupa telah menjadi
semacam ‘penyakit’, dari lupa yang biasa sampai lupa yang terlalu sering.Namun demikian, bagi manusia lupa tidak serta merta selalu
menjadi sesuatu yang buruk. Bahkan lupa bisa dikatakan sebuah mekanisme yang
juga bermanfaat bagi manusia. Karena jika manusia tidak lupa terhadap segala
hal, akan menjadi halangan yang besar dalam kehidupan. Jika manusia tidak bisa
melupakan, maka manusia akan diganggu detil-detil fakta dan kejadian remeh yang
terus-menerus merongrong kesadarannya.
Kita bisa lupa akan sesuatu dari ingatan karena sejumlah sebab. Di antaranya adalah:
1. Aus (Decay Theory)
Teori ini adalah teori yang beranggapan bahwa ingatan yang telah disimpan bisa rusak dan menghilang. Dikatakan bahwa, ingatan menjadi aus dengan berlalunya waktu bila tidak pernah diulang kembali (rehearsal). Informasi yang disimpan dalam ingatan akan meninggalkan jejak-jejak (memory traces), dengan berlalunya waktu proses yang berlaku dalam otak mengakibatkan jejak-jejaknya makin terkikis yang menyebabkan mundurnya daya mengingat.
2. Adanya penumpukan ingatan (Interferensi Theory)
Ingatan yang tidak atur atau organisir dengan baik akan menumpuk Di satu tempat dan kusut. Teori interferensi berseberangan dengan teori decay dalam hal kerusakan ingatan dalam penyimpanan di otak. Menurut teori ini, Informasi inderawi yang disimpan dalam ingatan jangka panjang masih ada dalam gudang memori (tidak mengalami keausan), hanya saja jejak-jejak ingatan saling bercampur aduk, mengganggu satu sama lain. Hal inilah yang menyebabkan orang bisa lupa.
Misalnya seseorang yang sedang berusaha mempelajari tentang materi pelajaran Biologi, setelah itu ia disuruh mempelajari materi pelajaran Fisika. Saat orang tersebut disuruh kembali mengingat materi pelajaran Biologi, mungkin ia akan kesulitan karena adanya gangguan dari materi Fisika yang dipelajarinya. Bila informasi yang baru kita terima menyebabkan kita sulit mencari informasi yang suda ada dalam ingatan kita disebut interferensi retroaktif. Sedangkan bila informasi yang baru kita terima sulit diingat karena adanya pengaruh ingatan yang lama disebut proses interferensi proaktif. Saat kita lupa karena interferensi ini berarti terjadi penumpukan ingatan di satu tempat, dan kusut ketika akan dikeluarkan.
3. Represi
Represi adalah proses pemblokiran ingatan tentang suatu kejadian yang menyakitkan atau memalukan oleh alam sadar. Artinya, represi adalah kesengajaan melupakan suatu kejadian oleh seseorang karena kejadian yang dialami dirasa merugikan. Teori tentang penyebab lupa berupa represi ini berangkat dari konsep Sigmund Freud tentang pertahanan ego (ego defences). Jadi secara sederhananya, salah satu penyebab lupa pada seseorang mengenai suatu pengalaman lampau yang dialaminya bisa terjadi karena orang yang bersangkutan menyengaja untuk melupakannya.
4. Ketergantungan petunjuk (Retrieval Failure)
Satu lagi hal yang dianggap menjadi penyebab lupa, yaitu ketergantungan pada petunjuk. Proses mengingat kembali dari ingatan jangka panjang dibutuhkan suatu petunjuk. Kegagalan mengingat kembali lebih disebabkan oleh tidak adanya petunjuk yang memadai untuk merangsang ingatan tersebut muncul. Dengan demikian, bila syarat tersebut dipenuhi (disajikan petunjuk yang tepat), maka informasi tentu dapat ditelusuri dan diingat kembali. Misalnya anda pernah mempunyai suatu pengalaman tertentu, anda bisa teringat kembali pengalaman tersebut dengan melihat tempat di mana pengalaman itu terjadi.
Petunjuk yang dimaksud bisa berupa visual (pemandangan misalnya), audio (suara) ataupun bau-bauan. Petunjuk yang diperlukan tidak selalu berasal dari luar. Kadang-kadang kita teringat sesuatu ketika suasana hati atau kondisi psikologis kita sama seperti saat kita sedang mengalami sesuatu, sehingga hal itu menyebabkan kita teringat pengalaman masa lampau.
5. Penyaringan
Pada proses terjadinya ingatan, informasi yang masuk tidak serta merta disimpan, melainkan melewati proses penyaringan atau penyeleksian. Pada saat penyaringan ini banyak kesan-kesan yang hilang, menyisakan informasi-informasi yang dianggap penting saja. Proses penyaringan itu menjaga kesanggupan mengingat agar tidak berat. Yang terpilih dari kesan-kesan itu hanya bagian yang relevan saja untuk diolah. Kesan-kesan yang telah disaring itu kemudian baru masuk ke dalam tempat simpanan jangka panjang.
Proses penyaringan ini kemudian di satu sisi mengakibatkan orang menjadi lupa atau gagal mengingat kembali informasi yang masuk ke dalam ingatan jangka pendek tadi karena mungkin sudah tereliminasi oleh ingatan yang lain.
6. Gangguan Fisiologis
Penyebab lupa selanjutnya adalah karena adanya gangguan fisiologis pada sesorang. Salah satu gangguan fisiologis yang mungkin terjadi adalah Amnesia.
Amnesia adalah gangguan pada otak yang menyebabkan orang lupa masa lalunya. Ada dua penyebab dasar amnesia: organik, di mana terjadi kerusakan pada fungsi-fungsi otak dan penyebab psikologis. Amnesia bisa terjadi pada siapa pun, pada usia berapa pun.
Jenis-jenis amnesia yang umum terjadi adalah:Amnesia Traumatic, biasanya bersifat sementara dan terjadi setelah cedera kepala. Durasi dan intensitas amnesia ini terkait dengan jenis cedera yang diterima, tapi memori sering kembali setelah orang yang bersangkutan sembuh.
Kita bisa lupa akan sesuatu dari ingatan karena sejumlah sebab. Di antaranya adalah:
1. Aus (Decay Theory)
Teori ini adalah teori yang beranggapan bahwa ingatan yang telah disimpan bisa rusak dan menghilang. Dikatakan bahwa, ingatan menjadi aus dengan berlalunya waktu bila tidak pernah diulang kembali (rehearsal). Informasi yang disimpan dalam ingatan akan meninggalkan jejak-jejak (memory traces), dengan berlalunya waktu proses yang berlaku dalam otak mengakibatkan jejak-jejaknya makin terkikis yang menyebabkan mundurnya daya mengingat.
2. Adanya penumpukan ingatan (Interferensi Theory)
Ingatan yang tidak atur atau organisir dengan baik akan menumpuk Di satu tempat dan kusut. Teori interferensi berseberangan dengan teori decay dalam hal kerusakan ingatan dalam penyimpanan di otak. Menurut teori ini, Informasi inderawi yang disimpan dalam ingatan jangka panjang masih ada dalam gudang memori (tidak mengalami keausan), hanya saja jejak-jejak ingatan saling bercampur aduk, mengganggu satu sama lain. Hal inilah yang menyebabkan orang bisa lupa.
Misalnya seseorang yang sedang berusaha mempelajari tentang materi pelajaran Biologi, setelah itu ia disuruh mempelajari materi pelajaran Fisika. Saat orang tersebut disuruh kembali mengingat materi pelajaran Biologi, mungkin ia akan kesulitan karena adanya gangguan dari materi Fisika yang dipelajarinya. Bila informasi yang baru kita terima menyebabkan kita sulit mencari informasi yang suda ada dalam ingatan kita disebut interferensi retroaktif. Sedangkan bila informasi yang baru kita terima sulit diingat karena adanya pengaruh ingatan yang lama disebut proses interferensi proaktif. Saat kita lupa karena interferensi ini berarti terjadi penumpukan ingatan di satu tempat, dan kusut ketika akan dikeluarkan.
3. Represi
Represi adalah proses pemblokiran ingatan tentang suatu kejadian yang menyakitkan atau memalukan oleh alam sadar. Artinya, represi adalah kesengajaan melupakan suatu kejadian oleh seseorang karena kejadian yang dialami dirasa merugikan. Teori tentang penyebab lupa berupa represi ini berangkat dari konsep Sigmund Freud tentang pertahanan ego (ego defences). Jadi secara sederhananya, salah satu penyebab lupa pada seseorang mengenai suatu pengalaman lampau yang dialaminya bisa terjadi karena orang yang bersangkutan menyengaja untuk melupakannya.
4. Ketergantungan petunjuk (Retrieval Failure)
Satu lagi hal yang dianggap menjadi penyebab lupa, yaitu ketergantungan pada petunjuk. Proses mengingat kembali dari ingatan jangka panjang dibutuhkan suatu petunjuk. Kegagalan mengingat kembali lebih disebabkan oleh tidak adanya petunjuk yang memadai untuk merangsang ingatan tersebut muncul. Dengan demikian, bila syarat tersebut dipenuhi (disajikan petunjuk yang tepat), maka informasi tentu dapat ditelusuri dan diingat kembali. Misalnya anda pernah mempunyai suatu pengalaman tertentu, anda bisa teringat kembali pengalaman tersebut dengan melihat tempat di mana pengalaman itu terjadi.
Petunjuk yang dimaksud bisa berupa visual (pemandangan misalnya), audio (suara) ataupun bau-bauan. Petunjuk yang diperlukan tidak selalu berasal dari luar. Kadang-kadang kita teringat sesuatu ketika suasana hati atau kondisi psikologis kita sama seperti saat kita sedang mengalami sesuatu, sehingga hal itu menyebabkan kita teringat pengalaman masa lampau.
5. Penyaringan
Pada proses terjadinya ingatan, informasi yang masuk tidak serta merta disimpan, melainkan melewati proses penyaringan atau penyeleksian. Pada saat penyaringan ini banyak kesan-kesan yang hilang, menyisakan informasi-informasi yang dianggap penting saja. Proses penyaringan itu menjaga kesanggupan mengingat agar tidak berat. Yang terpilih dari kesan-kesan itu hanya bagian yang relevan saja untuk diolah. Kesan-kesan yang telah disaring itu kemudian baru masuk ke dalam tempat simpanan jangka panjang.
Proses penyaringan ini kemudian di satu sisi mengakibatkan orang menjadi lupa atau gagal mengingat kembali informasi yang masuk ke dalam ingatan jangka pendek tadi karena mungkin sudah tereliminasi oleh ingatan yang lain.
6. Gangguan Fisiologis
Penyebab lupa selanjutnya adalah karena adanya gangguan fisiologis pada sesorang. Salah satu gangguan fisiologis yang mungkin terjadi adalah Amnesia.
Amnesia adalah gangguan pada otak yang menyebabkan orang lupa masa lalunya. Ada dua penyebab dasar amnesia: organik, di mana terjadi kerusakan pada fungsi-fungsi otak dan penyebab psikologis. Amnesia bisa terjadi pada siapa pun, pada usia berapa pun.
Jenis-jenis amnesia yang umum terjadi adalah:Amnesia Traumatic, biasanya bersifat sementara dan terjadi setelah cedera kepala. Durasi dan intensitas amnesia ini terkait dengan jenis cedera yang diterima, tapi memori sering kembali setelah orang yang bersangkutan sembuh.
- Amnesia disosiatif, umumnya terjadi pada orang yang mengalami peristiwa traumatik seperti pemerkosaan. Pada amnesia ini orang yang bersangkutan akan memblokir kejadian trauma yang dialaminya dari ingatan.
- Amnesia Global, jenis amnesia yang paling total, sering disertai gangguan stress pasca-trauma. Biasanya walaupun pasien sembuh, ingatannya tidak sepenuhnya kembali, pasien kadang-kadang dapat mengalami kilatan ingatan yang spontan, sering dari peristiwa traumatis itu sendiri. Amnesia global yang paling sering terlihat pada orang tua.
- Beberapa gangguan fisiologis, seperti dampak alkohol, malnutrisi , dan penyakit Alzheimer's juga dapat menyebabkan hilangnya memori.
- Amnesia ringan, ini terjadi ketika seseorang mengingat suatu informasi tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana atau kapan ia memperoleh itu.
- Amnesia Anterograde, adalah suatu kondisi di mana seorang individu yang tidak mampu membentuk ingatan baru. Pada orang yang mengalami amnesia ini, ingatannya mengenai pengalamannya yang lama masih ada dan ingatan jangka panjangnya masih berfungsi, tetapi ia tidak dapat memasukkan informasi baru ke dalam ingatan jangka panjangnya. Amnesia anterograde hampir selalu merupakan akibat langsung dari beberapa bentuk cedera otak cedera atau trauma, namun penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami.
- Amnesia Retrograde, adalah hilangnya ingatan yang bersifat sementara atau permanen pada ingatan yang terjadi sebelum ia mengalami amneisa. Penyebab amensia ini biasanya karena cedera otak. Dalam bentuk yang parah, amnesia jenis ini mengakibatkan sesorang tidak mengenali orang-orang tercinta atau orang-orang yang ada di sekitarnya. Pada beberapa kasus, pasien amnesia retrogade hanya mengalami amnesia ringan dan hanya tidak ingat kejadian beberapa jam sebelum ia mengalami amnesia.
B.Faktor-Faktor Penyebab Lupa dalam Belajar dan Kiat Mengatasinya
Dari pengalaman sehari-hari, kita memiliki kesan
seakan-akan apa-apa yang kita alami dan kita pelajari tidak seluruhnya
tersimpandalam akal kita. Padahal, menurut teori kognitif apapun yang kita
alami dan kita pelajari, kalau memang system akal kita mengolahnya dengan cara
yang memadai, semuanya akan tersimpan dalam subsistem akal permanen kita.
Akan tetapi, kenyataan yang kita alami terasa
bertolak belakang dengan teori itu. Acapkali terjadi, apa yang telah kita
pelajari dengan tekun justru sukar untuk diingat kembali bahkan mudah
terlupakan. Sebaliknya, tidak sedikit pengalaman dan pelajaran yang kita tekuni
sepintas lalu mudah melekat dalam ingatan.
Lupa (forgetting) ialah hilangnya
kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah
kita pelajari. Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan
lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah
dipelajari atau dialami. Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya
item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
Faktor-faktor penyebab lupa
Pertama, lupa dapat terjadi
karena sebab gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada
dalam system memori siswa. Dalam interference theory (teori mengenai
gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1) practice
interference; 2) retroactive interference (Reber 1988; Best 1989;
Anderson 1990)
Seorang siswa akan mengalami gangguan proactive
apabila materi pelajaran lama yang sudah tersimpan dalam subsistem akal
permanennya mengganggu masuknya materi pelajaran baru. Peristiwa ini bisa
terjadi apabila siswa tersebut mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat
mirip dengan materi pelajaran yang telah dikuasainya dalam tenggang waktu yang
pendek. Dalam hal ini materi yang baru saja dipelajari akan sangat sulit
diingat atau diproduksi kembali.
Sebaliknya, seorang siswa akan mengalami ganguan retroactive
apabila materi pelajaran baru membawa konflik dan gangguan terhadap
pemanggilan kembali materi pelajaran lama yang telah lebih dahulu tersimpan
dalam subsistem akal permanen siswa tersebut. Dalam hal ini, materi pelajarn
lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali. Dengan kata lain siswa
tersebut lupa akan materi peajaran lama itu.
Kedua, lupa dapat terjadi pada
seorang siswa karena sebab adanya tekanan terhadap item yang telah ada baik
sengaja maupun tidak. Penekanan ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
- Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan, dan sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran
- Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroactive
- Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali) itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak pernah dipergunakan
Ketiga, lupa dapat terjadi karena
sebab perubahan sikapdan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar
tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar
dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut
menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan terhadp guru) maka materi
pelajaran itu akan mudah terlupakan.
Keempat, menurut law of
disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena sebab materi
pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunaakan atau dihafalkan siswa.
Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian akan masuk ke
alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Kelima, lupa tentu saja dapat
terjadi karena sebab perubahan urat syaraf otak. Seorang siswa yang terserang
penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, dan geger otak akan
kehilangan ingatan ata item-item informasi yang ada dalam memori permanennya.
C. Kiat mengurangi lupa dalam belajar
Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan
cara meningkatkan daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba
siswa dalam meningkatkan daya ingatannya, antara lain menurut Barlow (1985),
Reber (1988), dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut:
Over learning
Over learning (belajar lebih) artinya
upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran
tertentu. Over learning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu
muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respon tersebut dengan cara di
luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk over learning, antara
lain pembacaan teks Pancasila pada setiap hari Senin memungkinkan ingatan siswa
terhadap teks Pancasila lebih kuat.
Extra study time
Extra study time (tambahan waktu belajar)
ialah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi
aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti
siswa menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi dua jam waktu
belajar. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan
belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari.
Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari
kelupaan.
Mnemonic device
Mnemonic device (muslihat memori) yang sering
juga hanya disebut mnemonic itu berarti kiat khusus yang dijadikan
“alat pengait” mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam system akal
siswa. Muslihat mnemonic ini banyak ragamnya, yang paling menonjol
adalah sebagaimana terurai di bawah ini:
Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah
yang harus diingat siswa. Pembuatan singkatan-singkatan ini seyogianya
dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan tersendiri.
System kata pasak (peg word system), yakni
sejenis teknik mnemonic yang menggunakan komponen-komponen yang
sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata
komponen pasak ini dibentuk berpasangan yang memiliki kesamaan watak (baik itu
warna, rasa, dan seterusnya). Misalnya langit-bumi; panas-api; merah-darah;
dan seterusnya.
Clustering
Clustering (pengelompokkan) ialah menata
ulang item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih
logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang
sama atau sangat mirip. Penataan ini direkayasa sedimikian rupa dalam bentuk
daftar-daftar item materi sehingga mudah untuk dihafalkan.
DAFTAR PUSTAKA
reative04.wordpress.com/2010/01/30/faktor-faktor-penyebab-lupa-dalam-belajar-dan-kiat-mengatasinya/
https://elhubeyyublog.wordpress.com/tag/lupa-dalam-belajar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar