Jumat, 09 Januari 2015

Mungkinkah Ada Kehidupan di Titan??

Titan, satelit Saturnus yang satu ini memang diperkirakan memiliki kemiripan dengan Bumi. Bahkan ia disebut sebagai Bumi purba. Tapi apakah ada kehidupan di Titan? Sampai saat ini memang diketahui belum ada kehidupan di satelit yang satu itu. Namun bukan berarti tidak ada prospek untuk itu. Kemungkinan Titan untuk bisa memiliki kehidupan masih sama besar dengan kemungkinan adanya kehidupan di tempat lain di Tata Surya dan alam semesta ini.
Atmosfer Titan
Foto cincin A dan F di Saturnus disertai satelit Epimetheus dan Titan yang diambil Cassini tahun 2007. Kredit : NASA/JPL/Space Science Institute
Apa yang membuat para peneliti yakin akan kemungkinan kehidupan di Titan tak lepas dari senyawa-senyawa yang ditemukan keberadaannya di atmosfer Titan. Di antara senyawa-senyawa itu ada nitrogen dalam jumlah yang cukup besar sehingga bisa digunakan sebagai petunjuk keberadaan kehidupan. Senyawa lainnya adalah hidrogen dan karbon, yang bersama nitrogen menjadi kunci pembentuk molekul biologi kebumian seperti asam amino. Yang menarik, asam amino juga dideteksi keberadaannya di atmosfer Titan.
Sebuah penelitian mencoba melihat kesiapan atmosfer tebal di Titan menghasilkan komposisi kimia yang kemudian mengalami pengembunan dan turun ke permukaannya. Penelitian yang dilakukan ini mencoba membentuk ulang atau dengan kata lain memodelkan proses kimiawi atmosfer Titan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hiroshi Imanaka dari Universitas Arizona dan SETI Institute di Mountain View, Calif serta Mark A. Smith dari Universitas Arizona memberikan pembuktian awal dari kemampuan nitrogen untuk bergabung membentuk organisme makromolekul. Penemuan ini memberi indikasi molekul organik seperti apa yang bisa ditemukan di Titan, sekaligus jadi model kimia untuk kondisi pra-kehidupan di Bumi dulu.
Senyawa Kehidupan di Titan
Sebagaimana diketahui Bumi dan Titan merupakan dua obyek keplanetan yang memiliki atmosfer tebal, didominasi oleh nitrogen. Namun bagaimana molekul organik kompleks bisa terbentuk seperti yang ditemukan di Bumi muda ataupun di atmosfer Titan masih merupakan misteri. Kehidupan masa muda Bumi memang sudah lewat, namun tidak demikian dengan Titan. Keberadaan atmosfer yang didominasi oleh nitrogen dan kimia organik menjadi petunjuk penting untuk menyusuri kembali jejak asal muasal kehidupan di Bumi. Mengapa? Karena Nitrogen merupakan elemen esensial bagi kehidupan.
Meskipun demikian, nitrogen bukan komponen tunggal yang bertanggung jawab atas kehidupan itu. Untuk bisa mendapatkan senyawa yang mengindikasikan kehidupan, nitrogen harus berubah menjadi komponen kimia yang lebih aktif sehingga bisa mengendalikan rekasi pembentukan dasar sistem biologi.
Dalam penelitian ini Imanaka dan Smith mengubah campuran gas nitrogen-metana yang serupa dengan yang ada di atmosfer Titan menjadi kumpulan nitrogen yang mengandung molekul organik dengan cara menyinari gas dengan sinar ultraungu energi tinggi. Tujuannya adalah untuk melihat efek radiasi sinar Matahari pada atmosfer Titan.
Pada saat dilakukan penyinaran, sebagian besar nitrogen bergerak ke senyawa padat bukannya gas. Padahal dalam model yang ada, diprediksi kalau nitrogen akan bergerak dari senyawa gas ke padat dalam proses yang lebih panjang.
Kondisi Titan
Penampakan Titan yang berwarna oranye disebabkan oleh kabut molekul organik yang menyelubungi sang bulan. Partikel-partikel dalam kabut pada akhirnya akan jatuh ke permukaan dan bertemu dengan kondisi yang pada akhirnya memicu terbentuknya kehidupan.
Sayangnya, para peneliti masih belum bisa memastikan apakan partikel kabut tersebut mengandung nitrogen atau tidak. Jika sebagian partikel merupakan molekul organik yang mengandung nitrogen yang sama dengan yang digunakan dalam lab, maka kondisi yang memicu terjadinya kehidupan akan terjadi.
Dimanakah Nitrogennya?
Para peneliti melakukan simulasi lapisan teratas atmosfer Titan yang tipis karena hasil yang diberikan misi Cassini mengindikasikan keberadaan radiasi ultraungu ektrim yang menimpa atmosfer Titan sehingga membentuk molekul organik kompleks. Alasan inilah yang membuat Imanaka dan Smith menggunakan synchroton Advanced Light Source di Lawrence Berkeley National Laboratory, di Barkeley, Calif untuk menembakkan cahaya ultra ungu berenergi tinggi pada tabung stainless steel yang mengandung gas nitrogen dan metana pada tekanan yang sangat rendah. Setelah itu, para peneliti menggunakan spektometer untuk menganalisa kimiawi yang dihasilkan dari radiasi tersebut.
Pada awal percobaan, Imanaka hanya menganalisis gas yang ada di tabung, dan ia bahkan tak bisa menemukan nitrogennya. Nitrogen sepertinya hilang begitu saja. Bahkan ia dan Smith sempat berpikir ada kesalahan dalam eksperimen tersebut dan bahkan setelah melakukan pengecekan ulang pada sistem mereka masih tak bisa menemukan nitrogen.
Misterius! Kemanakah nitrogen itu menghilang?
Akhirnya kedua peneliti itu bisa menemukan dimana nitrogen itu berada. Nitrogen itu ternyata terkumpul dalam potongan-potongan sampah coklat pada dinding tabung. Menarik, karena bisa jadi inilah yang terjadi di Titan.
Diperkirakan senyawa seperti inilah yang terbentuk di lapisan atas atmosfer Titan dan kemudian jatuh ke permukaan Titan. Sekali mereka ada di permukaan, senyawa-senyawa ini bisa berkontribusi pada lingkungan yang memang kondusif untuk terjadinya evolusi kehidupan.
Sumber : University of Arizona


Limpahnya Air di Ruang Antar Bintang

Air, komponen yang satu ini sangat penting dalam kehidupan. Tidak hanya bagi kehidupan manusia sehari-hari air menjadi penting. Air merupakan komponen penentu bagi terbentuknya kehidupan dan pencarian kehidupan yang lain. Tak bisa dipungkiri mencari planet layak huni salah satu syaratnya adalah memilikiair di permukaan dalam bentuk cair.
air dalam bentuk padat banyak ditemukan dalam berbagai bentuk baik di lautan di Bumi maupun di Tata Surya dan di awan antar bintang.
Lantas, apakah air sulit dicari? Memang tidak mudah mendapatkan air yang cair di planet lain. Namun di angkasa, air merupakan materi padat paling berlimpah yang bisa ditemui. Tak percaya? Astronom sudah menemukan begitu banyak air padat tersebut di berbagai planet, satelit, komet dan di awan antar bintang. Pertanyaannya, bagaimana air itu bisa ada disana? Tak ada yang benar-benar tau bagaimana air bisa terbentuk dalam ruang antar bintang yang gelap dan beku itu.
Yah setidaknya itu tidak diketahui sampai saat ini. Tapi ada berita baru. Akira Kouchi dan teman-temannya dari Institute of Low Temperature Science di Hokkaido University, Jepang, berhasil membuat air untuk pertama kalinya dalam kondisi yang mirip dengan di ruang angkasa.
Air ternyata sangat mudah terbentuk ketika oksigen dan atom hidrogen bertemu. Masalahnya, tidak banyak oksigen yang berbentuk gas di dalam awan debu antar bintang. Jadi kemungkinannya, air terbentuk saat atom hidrogen berinteraksi dengan oksigen beku yang padat di permukaan butiran debu di dalam awan.
Kouchi dan timnya menciptakan kembali proses ini dengan membuat lapisan oksigen padat pada lapisan di temperatur 10 K dan kemudian menembaknya dengan hidrogen. Cukup meyakinkan karena spektroskopi infra merah mengkonfirmasikan keberadaan air dan peroksida hidrogen, dan dalam jumlah yang tepat bisa menjelaskan kelimpahan air yang terlihat di dalam awan antar bintang.
Menarik bukan? Semua air di komet, Mars, dan di lautan Bumi seharusnya juga terbentuk dari proses yang salam dalam awan debu antar bintang saat baru membentuk Matahari dan planet-planetnya.
Bisa dikatakan alam semesta dipenuhi oleh jus awan antar bintang.
Sumber : the physics arXiv blog, arxiv.org/abs/0805.0055: Formation of Hydrogen Peroxide and Water from the Reaction of Cold Hydrogen Atoms with Solid Oxygen at 10 K


Penemuan Bentuk Kehidupan Lain daripada yang Lain

Seringkali kita bertanya apakah di luar Bumi kita ini ada kehidupan lain ataukah tidak. Membayangkan bahwa kita ini hanya sendirian di alam semesta yang begitu luasnya ini terasa begitu menyeramkan, namun hingga kini kita belum menemukan bukti adanya kehidupan (bahkan yang paling sederhana pun) di luar Bumi.
Semenjak sekitar lima puluh tahun lalu, manusia mulai menggunakan teleskop radio untuk mencari kehidupan cerdas di luar Bumi. Hingga kini sudah ada beberapa program pencarian kehidupan cerdas, namun hingga kini belum ada hasil. Dari ranah teoritis, hipotesis juga dibangun misalnya dengan memprediksi berapa jumlah kehidupan cerdas yang dapat muncul di alam semesta seperti yang kita huni. Namun persoalan ini pada umumnya terantuk pada satu permasalahan mendasar: kehidupan seperti apa yang kita maksud? Berhubung hingga saat ini kita tidak memiliki konsensus mengenai definisi kehidupan, dan juga karena kita hanya mengenal kehidupan di Bumi, maka definisi kehidupan dalam konteks ini adalah “kehidupan sebagaimana kita ketahui” (life as we know it).
Mono Lake di California, Amerika Serikat. Danau ini memiliki kadar arsenik yang tinggi dan oleh karena itu dipilih sebagai lokasi penelitian. Sumber: NASA.
Definisi itu kini telah diperluas dengan ditemukannya jasad renik yang menggunakan arsenik sebagai bagian dari metabolismenya. Di sebuah danau bernama Mono Lake di California, Amerika Serikat, sekelompok peneliti yang dibiayai NASA menemukan mikroorganisme pertama yang diketahui dapat hidup dan bereproduksi dengan menggunakan unsur beracun (bagi kehidupan lain). Selama ini, kehidupan sebagaimana kita ketahui mengandung enam unsur dasar: Karbon, Hidrogen, Nitrogen, Oksigen, Fosfor, dan Belerang. Fosfor adalah bagian penting dalam DNA dan RNA, yang merupakan struktur dasar setiap bentuk kehidupan di Bumi dan membawa informasi genetik suatu jasad.
Dalam setiap sel makhluk hidup terdapat molekul-molekul bernama ATP yang bertugas menyalurkan energi. Komponen penting molekul ini adalah Fosfor. Secara kimia, struktur Arsenik sama dengan Fosfor, namun Arsenik beracun bagi kebanyakan makhluk hidup di Bumi.
Gambar atas adalah mikroba yang dikembangbiakkan oleh fosfor. Gambar bawah adalah mikroba yang sama yang dikembangbiakkan oleh arsenik. Mikroba ini masih tetap berkembang bila dikembangbiakkan oleh arsenik. Perhatikan skalanya dalam mikron atau sama dengan satu per sepuluh ribu centimeter. Mikroba ini jauh lebih kecil daripada ketipisan rambut manusia (sekitar 17 hingga 180 mikron). Sumber: NASA
Beberapa jasad renik memiliki kemampuan untuk berfotosintesis dengan menggunakan arsenik karena ketiadaan oksigen, namun jasad renik yang ditemukan di Mono Lake ini menggunakan arsenik sebagai bagian dari dirinya. Arsenik menjadi salah satu komponen penyusun DNA dan RNA jasad renik ini. Mono Lake sendiri dipilih sebagai lokasi penelitian karena danau ini memliki kadar garam yang tinggi, zat alkali yang tinggi, dan juga kandungan arsenik yang tinggi. Susunan kimia yang tak biasa ini adalah karena Mono Lake sudah terisolisasi dari sumber-sumber air bersih selama 50 tahun.
Mikroba yang disebut GFAJ-1 ini adalah anggota dari sekelompok bakteri yang dinamakan Gammaproteobacteria. Bakteri ini dibawa ke laboratorium lalu diberi “makanan” yang sangat sedikit fosfor namun mengandung banyak arsenik. Ketika fosfor dihilangkan dari menu dan diganti seluruhnya dengan arsenik, mikroba tersebut terus berkembang (gambar ada di samping). Ternyata komponen arsenik tersebut diikutkan ke dalam struktur mikroba tersebut lain, antara lain ke dalam DNA, protein, dan membran sel.
Penemuan ini telah membuka wawasan kita mengenai definisi kehidupan. Ternyata kehidupan dapat muncul dari kondisi yang tidak berkenan bagi kehidupan model lain. Bila di Planet Bumi kehidupan seperti ini dapat tumbuh subur, bukan tidak mungkin jasad renik semacam ini pun dapat muncul di planet lain. Dengan kata lain, bentuk kehidupan yang dapat muncul di alam ini dapat sangat berbeda dengan yang selama ini kita ketahui. Kehidupan berbasis karbon kini bukan satu-satunya alternatif yang ada.
Sewaktu kecil saya menonton salah satu episode serial Star Trek mengenai kehidupan berbasis silikon. Spock melakukan peleburan pikiran (mind meld) dengan makhluk ini dan menyadari bahwa kehidupan ini adalah kehidupan cerdas. Dua tahun lalu, saat saya sedang mengambil S2 di Observatorium Leiden, seorang ahli kimia organik memberikan kolokium dan mengatakan bahwa kehidupan berbasis silikon adalah fiksi ilmiah dan tidak mungkin muncul. Saya kini ingin tahu apa pendapatnya setelah adanya penemuan di Mono Lake ini.
Sumber: NASA-Funded Research Discovers Life Built With Toxic Chemical

Ditemukan Planet Baru Dan Terjauh Di Tata Surya Matahari, 2012 VP113

Carnegie Scott Sheppard dan Chadwick Trujillo dari Observatorium Gemini telah menemukan anggota baru berupa planet kerdil dalam sistem tata surya matahari yang disebut 2012 VP113. Planet baru ini berada ditepi tata surya, orbit terjauh setelah planet Pluto dan planet Sedna, mungkin merupakan salah satu dari ribuan objek jauh yang membentuk Inner Oort Cloud. 

Ukuran planet diperkirakan sangat besar, mungkin berukuran 10 kali massa Bumi tetapi belum terlihat, tapi mungkin mempengaruhi orbit planet 2012 VP113 serta benda lain disekitar Oort Cloud (Awan oort). Penemuan planet baru dalam sistem tata surya matahari diterbitkan dalam jurnal Nature edisi 27 Maret 2014.

2012 VP113, Planet Kerdil Di Tepi Tata Surya Matahari


Dalam sistem tata surya kita terdapat tiga bagian yaitu planet berbatu seperti Bumi, planet gas raksasa dan benda-benda beku dari sabuk Kuiper terletak diluar orbit Neptunus. Diluar ini juga terdapat satu objek yang disebut Sedna berada ditepi sistem tata surya matahari. 

Akan tetapi, baru-baru ini ilmuwan telah menemukan planet terjauh setelah Sedna, objek yang disebut planet 2012 VP113 memiliki orbit tetap melampaui planet Sedna. Temuan ini akan mengubah pemahaman astronom tentang sistem tata surya matahari.

Orbit Planet Baru, 2012 VP113, Tata Surya Matahari

Planet Sedna ditemukan diluar sabuk Kuiper pada tahun 2003 dan tidak diketahui apakah Sedna merupakan benda unik. Dengan adanya temuan planet 2012 VP113, maka posisi pengamatan benda terjauh dalam tata surya kita mulai bergeser dan kemungkin disertai beberapa komet didalam Oort Cloud.

Outer Oort Cloud berbeda dengan inner Oort Cloud, sekitar 1500 AU, dimana gravitasi bintang lain didekatnya menyebabkan benda yang berada di Outer Oort Cloud memiliki orbit yang berubah secara drastis. Seperti halnya komet yang terdeteksi, benda-benda ini terganggu akibat Outer Oort Cloud. Tetapi inner Oort Cloud tidak dipengaruhi oleh gravitasi bintang lain dan memiliki orbit lebih stabil dan lebih primordial.
Dalam pengamatan tersebut, titik orbit terdekat planet 2012 VP113 ke matahari sekitar 80 kali jarak Bumi ke matahari. 
Planet Sedna dikenal signifikan melampaui batas terluar pada jarak 76 AU untuk seluruh orbitnya. Kedua ilmuwan menggunakan Dark Energy Camera (DECam) pada teleskop 4 meter NOAO di Chile. Teknologi teleskop ini memiliki kemampuan yang belum pernah ada sebelumnya untuk mencari benda langit yang samar.

Dari observasi yang dilakukan Sheppard dan Trujillo, mereka menemukan 900 benda dengan orbit mirip seperti planet Sedna dan ukurannya lebih besar 1000 kilometer. Dan jumlah benda langit yang terdapat dalam Oort Cloud mungkin lebih banyak dari benda yang ada di sabuk Kuiper dan Asteroid Belt.

Menurut Sheppard, beberapa objek Oort Cloud bisa menyaingi ukuran planet Mars bahkan Bumi. Hal ini disebabkan objek Oort Cloud sangat jauh bahkan sangat besar dan terlalu sulit dideteksi dengan teknologi saat ini. Planet Sedna dan 2013 VP113 ditemukan mengorbit pada matahari, tetapi orbit kedua planet bisa mencapai ratusan AU dimana titik ini terlalu samat untuk diamati.

Referensi


Solar System's Edge Redefined, 26 March 2014, by Carnegie Institution. Journal Ref: A Sedna-like body with a perihelion of 80 astronomical units. Nature, 2014.

Peneliti Temukan Tata Surya ke-2

Dalam upaya mencari planet mirip bumi, ahli astrofisika mengalami kemajuan besar. 2500 tahun cahaya dari bumi ditemukan tata surya ke-dua.
Tim ilmuwan Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman (DLR).bersana dengan peneliti Jerman lain dan Eropa menemukan sistem planet dari matahari lain. Bintang KOI-351 dikelilingi tujuh planet, empat diantaranya adalah planet baru. Ahli astrofisika Juan Cabrera dari DLR dan koleganya memaparkan penemuan tersebut di majalah "Astrophysical Journal".
"Tidak ada sistem planet lain yang sedemikian miripnya dengan tata surya kita," papar Cabrera. "Sama seperti tata surya yang kita kenal, di lintasan dalam terdapat planet bebatuan yang besarnya mirip dengan bumi. Di lintasan luar terdapat planet gas raksasa mirip dengan Yupiter dan Saturnus. Penemuan ini sangat penting. Ini kemajuan dalam upaya mencari 'kembaran' tata surya kita dan bumi yang ke-dua."
KOI-351 berjarak 2500 tahun cahaya dari bumi. Tiga dari planetnya mengelilingi bintang dalam periode orbit 331 hari, 211 hari dan 60 hari. Mirip dengan Bumi, Venus dan Merkurius. Planet-planet ini sudah ditemukan tahun lalu. Sementara planet baru yang dilacak Cabrera dan timnya masa mengorbitnya adalah 7, 9, 92 dan 125 hari. Planet di lintasan terluar mengitari mataharinya sejarak 150 juta kilometer. Jarak yang sama persis dengan bumi dan matahari.
KOI adalah singkatan dari "Kepler Object of Interest", artinya bintang yang diamati saat misi teleskop ruang angkasa "Kepler" antara 2008 dan 2013 dan dikategorikan sebagai kandidat eksistensi planet. Kini KOI-351 dianggap sebagai bintang dengan paling banyak planet extrasolar yang sudah dikenal. Secara keseluruhan diketahui ada 771 bintang dengan planet. Sebagian besar hanya memiliki satu planet. Hanya 170 bintang yang menurut DLR dikelilingi lebih dari satu planet.
Sistem planet besar sulit untuk ditemukan. Tidak banyak sistem dengan setidaknya lima planet. Jadi bukan hal yang mudah untuk menentukan apakah salah satu planet di KOI-351 benar-benar "bumi ke-dua".

Tutorial Pembuatan Video Animasi tentang Cara Menghindari HIV/AIDS

Assalamualaikum,,,guys! Kali ini saya mengupload video tutorial yang mungkin berguna buat sobat semua. Video ini adalah tutorial bagai...